Fornas PA ke-VI, Ipunk: Anak Indonesia Bebas dari Jeratan Rokok

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan menjadi aset yang akan mengharumkan nama Indonesia di kanca dunia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menjalankan fungsinya dalam melindungi seluruh anak Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Kemudian dikuatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) turut memperjuangkan secara masif peraturan tersebut, agar seluruh daerah di Indonesia dapat masuk dalam kategori Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang juga menjadi syarat ruang terbuka hijau bagi anak.

Pada hari ke dua Forum Nasional Perlindungan Anak (Fornas PA) ke-VI yang digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), membahas tentang dukungan larangan total iklan, promosi dan sponsor rokok.

Program Manager Tobecco Advertising Promotion and Sponsorship (TAPS) Ban LPAI, Wilfun Afnan dalam presentasinya memaparkan hasil survey yang dilakukan di 5 kota besar, seperti DKI Jakarta, Kota Depok, Bekasi, Kota Batu dan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan surey yang dilakukan oleh tim pelaksanaan survey LPAI terhadap 200 anak di masing-masing kota. Perilaku anak merokok di bawah 18 tahun mencapai 46%. usia anak perokok 0-6 tahun 4%, 7-12 tahun 22%, 13-18 tahun 74%. Kemudian anak yang melihat iklan rokok di 5 kota tersebut sebanyak 73%.

Wilfun Afnan yang akrab disapa Ipunk menjelaskan jika motivasi anak merekok dipengaruhi beberapa faktor, seperti tertarik setelah melihat iklan (20%), seperti bintang iklan rokok (12%), langsung membeli setelah lihat iklan (23%), meningkatkan kepercayaan diri (16%), dan lain-lain (29%).

“Ketika kami tanya langsung pendapat kepada anak-anak tentang pelarangan total iklan rokok, hasilnya 82% anak-anak setuju tidak adanya iklan terkait rokok,” jelasnya.

Perilaku keluarga tidak mampu/miskin merokok sebanyak 25%, sedangkan yang keluarga miskin yang tidak merokok 75%. Keluarga miskin perokok penerima bantuan sosial sebanyak 28% dan yang tidak menerima bantuan 72%.

“Kami juga coba melakukan survey terhadap pendapatan keluarga miskin. Dari 5 kota yang kami survey, pendapatan diatas 1 juta – 1.9 juta sebesar 80 persen, pendapatan 2 juta – kurang dari 3 juta sebesar 20 persen,” jelas Ipunk saat memberikan presentasi di acara Fornas PA ke-VI 2021, di Ballroom Pagaruyung, Hotel Balairung, jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Rabu (27/10/2021) pagi.

Dari 12 batang rokok yang dihabiskan per hari oleh anak-anak, ternyata 50,48% kurang dari 12 batang per hari dan 49,52% lebih dari 12 batang per hari, hasil komulatif dari 5 kota besar yang telah dilakukan survey.

Adapun indikator survey yang menilai tentang kebutuhan keluarga vs rokok. Didapati 23,77% mengutamakan rokok dari pada kebutuhan keluarganya, dan 76,23% lebih mengutamakan kebutuhan keluarga kemudian rokok.

Keluarga miskin yang merokok memiliki berbagai alasan, seperti meningkatkan kepercayaan diri (20%), seperti bintang iklan (11%), ada juga yang langsung membeli setelah lihat iklan rokok (13%), tertarik setelah lihat iklan rokok (15%), dan lain-lain (41%).

Program Manager Tobecco Advertising Promotion and Sponsorship Ban, Wilfun Afnan.

“Dari hasil tersebut kami mendapatkan, bahwa sikap keluarga miskin terhadap pelarangan total iklan rokok yang tidak setuju untuk dihentikan iklan rokok sebanyak 29 persen, sedangakan yang setuju dengan larangan iklan rokok 71 persen. Itu semua kami dapatkan dari hasil survey ke 5 Kota besar, sebagai bahan acuan untuk mendukung program pemerintah tentang Kota Layak Anak (KLA). Anak Indonesia harus bebas dari jeratan rokok,” tutupnya.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *