UPAYA PENGENDALIAN KONSUMSI ROKOK MELALUI LARANGAN PENGGUNAAN NAMA/PENYEBUTAN YANG MENYESATKAN

Sumber gambar dari internet

Banyaknya temuan dampak buruk rokok terhadap kesehatan seperti rambut rontok, katarak, kanker hidung, karies gigi berlubang dan berwarna kuning, kanker tenggorokan, kanker payudara, kanker leher rahim, kerusakan sperma, gangguan pendengaran, kanker kulit, osteoporosis, penyakit jantung, kanker paru, emphysema, tukak lambung, kanker usus besar, kanker ginjal, peradangan pada kulit, gangguan janin pada usia kehamilan dan sedemikian banyak lagi dampak buruk lainnya, sampai hari ini masih relatif sulit untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. 

Meskipun ruang geraknya terus dibatasi dari waktu ke waktu, korporasi rokok masih mampu tampil cerdik dari regulator, khususnya dalam upaya pemasaran produk rokok. Dengan bantuan modal yang fantastis, korporasi rokok mampu merangkul industri kreatif guna memperoleh berbagai konten yang menarik. Konten ini menjadi salah satu kunci keberhasilan pemasaran rokok, mereka mampu membaca faktor demografi masyarakat yang sangat baik guna menentukan target populasi dari kegiatan pemasarannya. 

Industri rokok merespon dengan membentuk produk nama salah satunya mild. Penggunaan nama tersebut memiliki siasat untuk meyakinkan konsumen bahwa produknya mempunyai level risiko yang lebih rendah. PP No. 109 Tahun 2012 secara spesifik melarang mencantumkan tanda penggunaan nama-nama merek seperti extra mild, low tar, ultra light, light, full flavor, slim, premium atau kata lain yang menjelaskan kualitas, rasa aman, superioritas, dan/atau pencitraan dan kepribadian. 

Contoh pemakaian kata yang dimaksud yaitu Gudang Garam Surya Professional yang mempunyai arti kepribadian, Marlboro Bold yaitu bold mempunyai makna semiotik atau berani, Djarum Super yaitu super memberikan arti sifat superioritas, dan lain sebagainya. Penjelasan tentang hal tersebut dilihat dalam aturan pelaksanaan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa tanda atau berbagai kata tersebut bersifat promotif dan menyesatkan dikarenakan dapat menciptakan kesan keliru tentang dampak kesehatan dari produk tembakau yang seolah-olah memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. 

Maka tentu saja harus didorong bersama dan diingatkan kepada Kementerian Kesehatan terkait Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2013 tersebut, agar lebih tegas, khususnya terhadap penamaan produk-produk rokok yang menyesatkan bagi masyarakat.

“TC Program LPAI merupakan salah satu program kerja Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam bidang Perlindungan Hak Kesehatan Anak. Saat ini, rokok mulai dikonsumsi oleh anak dan remaja khususnya di bawah usia 18 tahun, LPAI merasa perlunya aksi nyata dalam berkontribusi mengkampanyekan dan mengadvokasi pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Melalui program ini, diharapkan LPAI dapat bergerak bersama seluruh elemen masyarakat dalam melindungi anak-anak dari paparan iklan rokok sehingga proses tumbuh kembangnya optimal. Ayo lindungi dan sayangi anak serta orang di sekeliling kita dengan berhenti merokok. Ciptakan generasi sehat dan cerdas menuju Indonesia Kuat!”

Daftar Pustaka 

Bedjo Riyanto, Siasat Mengemas Nikmat: Ambiguitas Gaya Hidup dalam Iklan Rokok di Masa Hindia Belanda Sampai Pasca Orde Baru 1925-2000, (Yogyakarta: Lembaga Studi Realino, 2019), hlm. 32-33

Indonesia, PP No. 109 Tahun 2012, Pasal 59 ayat (2)

Indonesia, PP No. 109 Tahun 2012, Pasal 24 PP No. 109 Tahun 2012

p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/11/Hidup_Sehat_Tanpa_Rokok.pdf 

SAPUTRA, A. F. (2020). PENGENDALIAN PEREDARAN PRODUK SECARA MANDIRI SEBAGAI INSTRUMEN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI ROKOK: SEBUAH STUDI SOSIO-LEGAL.

Penulis: Rita

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *