PERATURAN BAGI PELAKSANAAN CSR INDUSTRI ROKOK DALAM MENCEGAH PENGGUNAAN ROKOK BAGI ANAK DAN REMAJA

Sumber foto dari internet

Merokok memiliki banyak dampak buruk bagi kesehatan, hal tersebut cukup sering kita dengar meskipun tidak cukup meringankan berbagai bahaya dari konsumsi rokok dikarenakan produk tersebut dapat berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat. Rokok merupakan komoditas langganan dalam daftar produk yang memperburuk masalah sosial, dan kemiskinan struktural di berbagai negara. Sulit dipungkiri bahwa kebiasaan merokok merupakan fenomena epidemi yang menjangkiti masyarakat serta mengakibatkan banyaknya kematian prematur, stunting dan penyakit lainnya yang seharusnya dapat dicegah. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO 2014), menjadikan Indonesia sebagai negara dengan angka perokok anak dan remaja terbanyak di dunia. Hal tersebut diafirmasi oleh Kementerian Kesehatan RI yang mengungkapkan bahwa 1 dari 3 penduduk Indonesia adalah perokok, yang dominan mulai mengonsumsi rokok sejak berusia remaja. Salah satu penyebabnya yaitu peredaran produk rokok yang masih bebas. Pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah juga dinilai tidak berjalan secara optimal sehingga kelompok rentan seperti anak dan remaja masih dapat memperoleh produk rokok dimanapun dan kapanpun. Terutama dengan harganya yang relatif terjangkau oleh masyarakat bahkan dapat dijual ketengan, serta dampak adiktif nikotin mengakibatkan rokok disukai oleh kalangan anak dan remaja. 

Pada sisi yang lain, Pemerintah bukannya tidak melakukan upaya pencegahan. Serangkaian aturan telah memberikan amanat untuk melakukan perlindungan masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh produk rokok, mulai dari Undang-Undang Kesehatan untuk urusan penanganan kesehatan, hingga UU Penyiaran dan Perlindungan Konsumen pada konteks periklanan rokok. Banyak juga legislasi yang dibuat di berbagai sektor, seperti fiskal, penyiaran, kesehatan, dan perindustrian. Namun, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah tetap sulit untuk menurunkan angka perokok dengan optimal. 

Dari berbagai peraturan tersebut, terdapat PP No. 109 Tahun 2012 yang tidak hanya mengatur soal dampak kesehatan, namun juga tentang konteks penyelenggaraan CSR industri rokok. Melalui PP ini pemerintah masih mengizinkan korporasi rokok melakukan kegiatan sponsor namun dilakukan pembatasan dengan persyaratan: 

  1. Tidak boleh menggunakan nama merek dagang, logo, dan brand produk tembakau 
  2. Tidak bertujuan untuk melakukan promosi produk tembakau 
  3. Pelaksanaannya tidak diliput oleh media

Aturan ini menunjukan bahwa dalam konstruksi hukum PP No. 109 Tahun 2012,  kegiatan sponsorsip merupakan salah satu bentuk CSR industri rokok. Aturan ini menjadi lex specialis dari 47 UU Perseroan terbatas. PP No. 49 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Korporasi yang sebelumnya meletakan skema CSR wajib bagi sektor industri ekstraktif. Sehingga dengan asas spesialitas tersebut, jika berbicara terkait penyelenggaraan CSR industri rokok, aturan rujukan yang utama adalah PP No. 109 Tahun 2012. Lebih jauh lagi terdapat ketentuan yang mengharuskan perusahaan rokok melaksanakan CSR dengan diselenggarakan secara murni serta terbebas dari promosi nama korporasi, merek dagang, atau logo produk. 

Aturan tersebut hanya berlaku pada lingkup subjek secara limitatif, yakni terbatas pada produsen dan/atau importir produk. Maka dari itu, pelaksanaan CSR lewat entitas afiliasinya, seperti yayasan, tidak tercakup dalam kriteria yang telah diatur dalam PP tersebut. Kekurangan tersebut menjadi salah satu akar masalah yang melatar belakangi kejadian anomali CSR industri rokok di Indonesia. 

“TC Program LPAI merupakan salah satu program kerja Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam bidang Perlindungan Hak Kesehatan Anak. Saat ini, rokok mulai dikonsumsi oleh anak dan remaja khususnya di bawah usia 18 tahun, LPAI merasa perlunya aksi nyata dalam berkontribusi mengkampanyekan dan mengadvokasi pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Melalui program ini, diharapkan LPAI dapat bergerak bersama seluruh elemen masyarakat dalam melindungi anak-anak dari paparan iklan rokok sehingga proses tumbuh kembangnya optimal. Ayo lindungi dan sayangi anak serta orang di sekeliling kita dengan berhenti merokok. Ciptakan generasi sehat dan cerdas menuju Indonesia Kuat!”

Daftar Pustaka: 

Abdul-Jalil, A. (2019). Corporate Social Responsibility in Malaysia. In R. Muhammad, Strategic Corporate Social Responsibilities in Malaysia. Abdington & New York: Routledge.

Indonesia. (2009). Undang-Undang tentang Kesehatan. UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun 2009, TLN No. 5063. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.

Indonesia. (2009). Undang-Undang tentang Perfilman. UU No. 33 Tahun 2009, LN No. 45 Tahun 2009, TLN No. 5060. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.

Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Korporasi. PP No. 47 Tahun 2012, LN No. 89 Tahun 2012, TLN No. 5305. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.

SAPUTRA, A. F. (2020). PENGENDALIAN PEREDARAN PRODUK SECARA MANDIRI SEBAGAI INSTRUMEN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI ROKOK: SEBUAH STUDI SOSIO-LEGAL.

Penulis: Rita

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *